Terbentuknya jaringan Persatuan Pekerja Kelapa Sawit Internasional membuat jantung para buruh kelapa sawit di Indonesia dan Kolombia berdebar kencang. Kebutuhannya besar, begitu pula ekspektasinya. Pemimpin serikat buruh Kolombia Raul Patiño Nuñez mengatakan: “Menggabungkan upaya kita akan memungkinkan kita untuk memberikan tekanan bersama-sama saat ada konflik dan dengan demikian mencapai hasil lebih cepat"
Raul Patiño Nuñez (52) adalah tipe orang yang keras di luar namun hangat di dalam. Pria cerdas, yang memiliki keberanian untuk menunjukkan kerentanan. Dia adalah ketua nasional Sintraproaceites, sebuah serikat sektoral nasional yang mengorganisir buruh kelapa sawit di Kolombia. Dia telah bekerja selama 20 tahun di PT Indupalma, perusahaan di San Alberto, tempat dia bekerja sebagai operator penelitian dan pengembangan di Departemen Agronomi.
Serikat pekerjanya telah aktif di perusahaan selama 55 tahun hingga saat ini. “Kami memiliki kesepakatan bersama yang dikenal sebagai kesepakatan terbaik di sektor kelapa sawit di Kolombia. Sayangnya, tidak semuanya dilaksanakan. Selama 10 tahun terakhir, perusahaan gagal menepati kesepakatan dan komitmen yang disepakati dengan serikat buruh, dengan alasan krisis ekonomi fiktif di PT Indupalma. Tahun 2019 menyatakan dirinya bangkrut "secara sukarela". Itu konstruksi hukum untuk membubarkan dan menutup perusahaan." Lima ratus buruh yang memiliki kontrak tetap dengan perusahaan di-PHK, menyebabkan serikat buruh kehilangan tiga ratus anggota. Sekarang hanya tersisa 40 anggota.
“Segala sesuatunya berubah, evolusi terus berlanjut, namun para buruh tetap terjebak di masa lalu. Ketika perusahaan semakin kuat secara ekonomi setiap harinya, di sisi lain para buruh mengalami kemunduran, semakin banyak kehilangan manfaat dan jaminan. Perusahaan telah merancang jenis kontrak baru untuk pekerjaan outsourcing, yang merugikan buruh. Yang kami inginkan adalah mereka memiliki hak yang sama dengan mereka yang memiliki kontrak permanen.”
Dimana para buruh melihat kurangnya kepatuhan terutama pada upah, keamanan kerja, dan keselamatan di tempat kerja. “Sikap perusahaan adalah: pokoknya pekerjaan beres, mereka tidak menganggap penting kesehatan dan kesejahteraan buruh. Tidak menjadi masalah bagi pemberi kerja jika pekerjanya terpapar zat beracun. Penyakit yang berhubungan dengan pekerjaan lebih sering terjadi di sini dibandingkan dengan statistik yang ditunjukkan oleh lembaga pemerintah. Saya mengenal rekan-rekan yang menderita kondisi medis akibat pekerjaan yang mereka lakukan selama bekerja di perkebunan. Beberapa dari mereka jatuh sakit setelah pensiun.”
Serikat buruh dan pengusaha bertemu pada dua tingkat. “Level satu untuk masalah kecil, yang bisa kami diskusikan dengan manajemen menengah. Di atas itu, terdapat badan untuk masalah-masalah besar dan mendasar antara pengusaha dan dewan eksekutif. Saya sendiri terlibat dalam hal ini.”
Hubungan dengan manajemen terbilang baik, kata Raul. “Tetapi pada saat yang sama, kami melihat bahwa sebenarnya terlalu sedikit yang dapat dilakukan. Kita membuat perjanjian yang baik, namun masalahnya terletak pada implementasinya; sebagian janji ditepati. Kadang-kadang kami benar-benar memutuskan dialog, setelah seorang kolega di-PHK atau setelah tindakan disipliner dijatuhkan. Namun, kami melihat konsultasi ini sebagai sesuatu yang positif, karena terkadang kami berhasil merubah keputusan yang dibuat oleh manajemen."
Kerja di serikat buruh mempunyai konsekuensi yang besar, tegas Raul. “Para pemimpin serikat buruh adalah sasaran paramiliter. Tidak hanya itu, mereka juga mendapat stigma dari masyarakat. Orang-orang mengira kita ingin menghancurkan perusahaan dan takut mereka akan kehilangan pekerjaan sehingga memandang kita sebagai penyakit. Saya mendapat ancaman pembunuhan karena aktivitas serikat saya.”
Ancaman di wilayah ini patut diwaspadai, karena 216 anggota serikat saya dibunuh pada tahun 1980an hingga awal tahun 2000an; sebagian besar pembunuhan dilakukan oleh paramiliter dari (AUC) "United Self-Defense Forces of Colombia". JEP, “Yurisdiksi Khusus untuk Perdamaian” saat ini sedang menyelidiki tingkat tanggung jawab yang dimiliki para pengusaha kelapa sawit karena bertindak atau gagal bertindak dalam pembunuhan selektif ini.
Karena ancaman pembunuhan, sejumlah pemimpin serikat buruh Sintraproaceites harus mengungsi ke luar negeri dan baru-baru ini compañero (kawan) Neil Bolaño dari Sintraproaceites, harus melalui melarikan diri ke Amerika Serikat melalui Meksiko, karena dia diancam. Beberapa pemimpin Sintrapoaceites seperti Neil Bolaño Campos, Arsenio Espitia Cuevas dan saya juga mendapat tuduhan dan ancaman karena komitmen kami membongkar model outsourcing PT Indupalma, karena model ini menindas dan mengeksploitasi buruh, dan dukungan kami terhadap buruh outsourcing untuk berorganisasi dan keluar dari eksploitasi."
Banyak pemimpin harus menarik diri dari perjuangan serikat buruh karena tekanan dari keluarga mereka sendiri. Istri saya berprofesi sebagai pengacara dan dia mendukung saya tanpa syarat dalam pekerjaan saya dan dalam sebagian besar keputusan saya, meskipun kadang-kadang dia juga menginterogasi saya dengan pertanyaan seperti, 'mengapa kau begitu mempertaruhkan hidup Anda untuk tujuan ini?" Motivasi terbesarnya adalah untuk meninggalkan warisan bagi anak-anak kami dan agar mereka memiliki kondisi kerja dan kehidupan yang lebih baik dalam waktu yang tidak terlalu lama lagi. Saya harus mengirim putri saya ke kerabat di Spanyol untuk melindunginya selama situasi tegang antara serikat buruh dan majikan.
Namun, terlepas dari semua itu, Raul tetap melanjutkannya. Dia berbicara panjang lebar tentang masa mudanya di perkebunan PT Indupalma, tempat ayahnya juga bekerja. Pada saat serikat buruh mempunyai suara yang kuat. “Saat itulah benih ditanam. Serikat buruh ada dalam DNA saya. Saya melakukan ini bukan hanya untuk diri saya sendiri, tetapi juga untuk para pendahulu saya yang dibunuh. Memang dampaknya besar, tapi terus maju adalah satu-satunya pilihan.
Bukannya dia tidak takut, katanya. “Beberapa tahun yang lalu, ayah dari seorang teman sekolah, yang merupakan seorang karyawan di PT Indupalma, dibunuh. Pada hari pemakaman, dia sedang duduk di luar rumah duka karena ruangannya sempit dan saya sedang berjalan di sana pada saat itu. Saya menoleh ke samping ke arah rumah duka dan melihat teman sekolah saya duduk dengan wajah pilu dan penuh penderitaan, namun saya harus pura-pura tidak melihatnya. Menghadap ke depan, saya terus berjalan, karena rasa takut dan teror yang ada di dalam rumah duka, wilayah di mana kelompok paramiliter melarang anggota keluarga untuk mengadakan pertemuan, upacara pemakaman, dan pemakaman. Saya tidak memiliki keberanian untuk mendekati dan menunjukkan dukungan saya kepada teman saya pada saat dia sangat membutuhkannya. Hingga hari ini, peristiwa itu menggerogoti hati saya.
Kisah menyedihkan lainnya yang dialami Raul adalah kesenjangan antar buruh. “Lima tahun lalu, perusahaan kami menawari kami makan malam Natal. Meja-meja sudah ditata, penuh dengan makanan lezat. Di dekatnya, di balik sekat rendah, para buruh outsourcing sedang duduk. Mereka memperhatikan kami, dan tidak diizinkan mendapat tempat di meja karena mereka tidak memiliki kontrak permanen. Perbedaan seperti itu tidak boleh dibiarkan. Mereka mempunyai hak yang sama dengan kita. Para buruh memutuskan untuk mengorganisasikan diri mereka ke dalam serikat buruh dan menuntut hak-hak mereka, memenangkan beberapa hak yang tidak mereka miliki sebelumnya.
Ia mempunyai ekspektasi yang tinggi terhadap jaringan Persatuan Pekerja Kelapa Sawit Internasional (International Palm Oil Workers United). “Pada awal proses saya mengharapkan aliansi semacam ini, namun saya dianggap sebagai seorang pemimpi. Rekan-rekan serikat buruh memanggil saya Menteri Luar Negeri, karena saya selalu berpikir secara global. Ketika kami didekati oleh konsultan Mondiaal FNV Patricio Sambonino, saya langsung berkata: ‘Ya… Inilah yang sudah lama kami cari: aliansi internasional.’”
Namun dia tidak menyangka pertumbuhannya akan sebesar ini, dan dia senang bahwa Indonesia dan Afrika juga tergabung dalam aliansi ini. “Menggabungkan upaya-upaya kita akan memungkinkan kita untuk memberikan tekanan bersama selama konflik, dan dengan demikian mencapai hasil lebih cepat. Inilah mengapa penting untuk menghubungkan seluruh rantai.”
Penulis: Astrid van Unen